Pertamina Bisa Kalahkan Petornas, asal Blok Mahakam Tidak dijual ke Asing


Meski lebih senior, PT Pertamina (Persero) telah kalah jauh dibandingkan BUMN minyak milik Malaysia, Petronas. Pada 2012 lalu, Petronas membukukan laba bersih 59 miliar Ringgit Malaysia atau Rp182,9 triliun (kurs Rp3.100), jauh dibandingkan laba Pertamina yang hanya Rp25 triliun.

Melihat ketimpangan yang jauh tersebut membuat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan selaku kuasa pemegang saham Pertamina gelisah. Kekalahan Pertamina atas Petronas itu ternyata sudah sangat lama. Sudah lebih 30 tahun, dengan perbedaan yang terus melebar.

Mantan Dirut PLN itu pun putar otak dan menemukan 'jalan pintas' untuk dapat menyaingi perusahaan migas Malaysia tersebut dalam empat tahun. Ia mengibaratkan jalan pintas ini seperti jalan tol yang tidak membayar, gratis dan dapat menggenjot laba Pertamina hingga mendekati Petronas.

Jalan pintas tersebut adalah menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam, salah satu blok migas terbesar di Indonesia, dari perusahaan asing, yaitu Total EP Indonesie dan Inpex Jepang kepada Pertamina. Blok Mahakam sendiri akan habis kontraknya pada 2017 mendatang.

Jika dapat mengakusisi Blok Mahakam maka laba Pertamina pada 2018 mendatang dapat menembus Rp171 triliun. "Itulah jalan tol yang tidak pakai bayar, dengan jalan ini Pertamina bisa mengalahkan Petronas hanya dalam waktu empat tahun. Jalan tol itu bukan milik Pertamina, jalan tol itu milik perusahaan luar negeri yang akan habis izinnya 2017 nanti," kata Dahlan  seperti dikutip dari Manufacturing Hope edisi 71, Senin 1 April 2013.

Dengan menyerahkan Blok Mahakam kepada Pertamina, kata Dahlan, maka Pertamina dapat mengejar dari kekalahan dengan Petronas Malaysia. Dahlan menjelaskan kekalahan Pertamina ini sudah menyangkut harga diri negara dan bangsa.

"Ini soal merah putih, Pertamina sudah menjadi lambang negara. Garuda Indonesia sudah mengalahkan Malaysia Airlines, semen dan pupuk kita sudah jauh di depan dan di bidang pelabuhan kita sedang mengejarnya dengan proyek PT Indonesia Port Corporation," katanya.

Menurut Dahlan, saat ini laba Pertamina baru Rp25 triliun, masih jauh dibanding laba Petronas yang mencapai Rp160 triliun. Pertamina saat ini baru bisa menghasilkan migas sebesar 500 ribu barel minyak ekuivalen per hari.
Pertamina kini telah membentuk brigade 300 K yang terdiri dari anak-anak muda usia di bawah 29 tahun untuk menambah produksi migas Pertamina 300 ribu barel per hari.

"Kami sudah serahkan semua tentang Blok Mahakam kepada Kementerian terkait untuk diproses," kata Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, Ali Mundakir kepada VIVAnews saat dimintai komentar terkait ide Dahlan.

Pertamina memang bertekad untuk mengalahkan Petronas.  Dalam Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Pertamina, perusahaan mencanangkan bisa bersaing di tingkat regional pada 2018. Pada tahun itu, Pertamina bisa sekelas Petronas dan sejumlah perusahaan minyak besar di Asia Tenggara.

Pertamina telah membangun roadmap 2025 dengan tagline "Asian Energy Championship", yaitu Pertamina membangun bisnis baru energi terbarukan dan petrokimia nasional. Dalam roadmap itu, Pertamina menargetkan masuk dalam jajaran 100 perusahaan terbesar versi Fortune.

Selain itu, Pertamina menargetkan produksi sebesar 2,2 juta barel setara minyak per hari dengan total pendapatan US$200 miliar, dan target laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) sebesar US$40 miliar.

Pertamina membuat berbagai proyek di berbagai lini bisnis perusahaan dari hulu ke hilir, dari energi fosil hingga energi terbarukan untuk mendukung visi perusahaan.

Sikap Kementerian ESDM
Namun, jalan tol yang diangankan Dahlan tampaknya tak akan dengan mudah terwujud. Pasalnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik memiliki sikap yang berbeda dengan Dahlan.
"Untuk Blok Mahakam kami menghitung kemampuan Pertamina dengan cerdas, jernih, dan tidak emosional," kata Jero Wacik, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat 15 Maret 2013.

Jero juga meragukan kemampuan Pertamina jika seandainya berniat mengelola Blok Mahakam sepenuhnya. Dia mempertanyakan keuntungan yang diperoleh Pertamina jika itu terjadi. "Apa mampu uangnya, kalau Pertamina  kalau ambil 100 persen?" kata Jero, melanjutkan.

Jero mengatakan, meski Total dan Inpex memiliki 100 persen saham blok itu, negara mendapat bagian 70 persen dari hasil. Sedangkan jika Pertamina yang membeli 100 persen blok itu, belum tentu hitungan itu masuk. "Jadi kita harus berpikir jernih dan tidak emosional," kata dia.

Jero berpesan kepada masyarakat untuk tidak meragukan kementerian ini dalam menyelesaikan Blok Mahakam. "Masyarakat harus yakin. Jangan dibiaskan ke sana ke mari. Tidak ada keragu-raguan soal nasionalisme," kata dia.
Meski kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam akan berakhir pada 2017, hingga saat ini pemerintah belum memastikan pihak yang akan mengelola pasca kontrak berakhir itu. Ini disebabkan Kementerian masih menghitung-hitung kontrak.

Kementerian ESDM hingga saat ini masih melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif serta melibatkan berbagai unsur terkait pengelolaan Blok Mahakam yang berada di Kalimantan Timur.

Blok Mahakam saat ini memproduksi minyak bumi sebesar 65.204 barrel/hari dan gas bumi sebesar 1.708,59 MMSCFD. Evaluasi dan kajian dilakukan terhadap cadangan dan potensi yang masih bisa diproduksikan pada blok Mahakam sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kajian maupun evaluasi teknis dan ekonomis masih dilakukan dengan mendasarkan pada pertimbangan tetap menguntungkan negara, pemenuhan dalam negeri dan mempertahankan/meningkatkan produksi.

Data dan Fakta
Sebagaimana diketahui, kontrak bagi hasil blok Mahakam ditandatangani pada 1967, kemudian diperpanjang pada 1997 untuk jangka waktu 20 tahun sampai 2017. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada 1967 lalu menemukan cadangan minyak dan gas bumi di Blok Mahakam dalam jumlah yang cukup besar.

Cadangan (gabungan cadangan terbukti dan cadangan potensial atau dikenal dengan istilah 2P) awal yang ditemukan saat itu sebesar 1,68 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 21,2 triliun kaki kubik (TCF). Dari penemuan itu maka blok tersebut mulai diproduksikan dari lapangan Bekapai pada 1974.

Produksi dan pengurasan secara besar-besaran cadangan tersebut di masa lalu membuat Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar di dunia periode 1980-2000. Kini, setelah pengurasan selama 40 tahun, maka sisa cadangan 2P minyak saat ini sebesar 185 juta barel dan cadangan 2P gas sebesar 5,7 TCF.

Pada akhir maka kontrak tahun 2017 diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebanyak 3,8 TCF pada tahun 2017. Dari jumlah tersebut diperkirakan sisa cadangan terbukti (P1) gas kurang dari 2 TCF.

Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengelola Blok Mahakam, yaitu Total EP Indonesie yang berpartner dengan Inpex dengan komposisi 50:50. Keduanya telah menginvestasikan setidaknya US$27 miliar atau sekitar Rp250 triliun sejak masa eksplorasi dan pengembangannya telah memberikan penerimaan Negara sebesar US$83 miliar atau sekitar Rp750 triliun.

Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana, menjelaskan masalah perpanjangan Blok Mahakam sangat erat kaitannya dengan upaya untuk menjamin dan memaksimalkan penerimaan negara. Seandainya pemerintah bermaksud memperpanjang kontrak Blok Mahakam, maka pemerintah pasti akan meminta kenaikan bagi hasil yang lebih banyak lagi dari kontrak sebelumnya.

"Sisa cadangan yang ada plus fasilitas produksi yang sudah sepenuh diberikan cost recovery harus dianggap sebagai modal pemerintah sehingga split bagi hasil yang semula 70:30 untuk gas dan 85:15 untuk minyak harus dinaikkan secara signifikan untuk mengkompensasi equity pemerintah tersebut", imbuh Gde beberapa waktu lalu.

© VIVA.co.id

0 Response to "Pertamina Bisa Kalahkan Petornas, asal Blok Mahakam Tidak dijual ke Asing"

Post a Comment