Gang Dolly Surabaya akan diubah menjadi sentra PKL


Meski upaya penutupan lokalisasi Dolly oleh Pemkot Surabaya disetujui dan akan diback up Pemprov Jawa Timur, banyak pihak menilai hal itu tidaklah mudah.
Ketua Komisi E DPRD Jatim, Sugiri Sancoko mengakui untuk bisa melakukan penutupan lokalisasi secara organik, memang harus ada sedikit pemaksaan. Tapi di sekitar wilayah lokalisasi itu multi problem. Sehingga jika nantinya tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara ini jadi ditutup, maka pemerintah harus memikirkan solusi untuk banyak problem itu.

“Memang harus sedikit dipaksa untuk menutupnya. Tapi yang jadi persoalan, disana kan multi problem sosial dan banyak hal. Cara menutupnya ya tidak dengan aturan dan kekuasaan semata. Yang penting bagaimana mengentaskan pelaku sampai kepada yang mengkomandani, yaitu mucikari. Itu harus dituntaskan secara utuh,” jelasnya pada LICOM, Kamis (10/10).
Banyak persiapan yang harus dilakukan, mulai dari pendekatan langsung, pelatihan, ceramah agama, pengajian dan sebagainya. Menurutnya, proses penyadaran kepada PSK dan mucikari ini tidak mudah dilakukan. Apalagi setelah ditutup nanti, mereka hanya diberikan uang saku sebesar Rp 3 juta. Jelas nominal itu tidak akan cukup.
“Kalau tempatnya ditutup, otomatis pendapatan PSK dan mucikari menurun. Jika biasanya sehari mereka bisa digauli banyak lelaki sehingga bisa dengan mudah mendapat uang ratusan ribu dalam sehari, kan ya jelas nilai Rp 3 juta itu tidak cukup. Selama proses dibaliknya tidak dituntaskan maka persoalan ini tidak akan selesai. Jadi pendekatan-pendekatan itulah yang perlu diintensifkan,” katanya.
Apalagi, penyebaran penyakit HIV/AIDS yang dibawa oleh pekerja seks komersial (PSK) menjadi hal yang menakutkan. Bahkan mungkin penyebarannya lebih cepat jika lokalisasinya ditutup. ”Bisa saja PSK itu bukannya bertobat tapi malah lebih gencar lagi untuk menjajakan dirinya di tempat lain dan sembarang tempat. Apalagi mereka yang mengidap HIV dengan mudahnya menularkan penyakit ke pelanggannya. Wah bisa kacau, penyebaran penyakit malah semakin cepat dan meningkat. Saat ini saja sudah terjadi peningkatan,” ujarnya.
Pihaknya minta semua pihak memandang persoalan secara holistik dan tidak hanya dilihat dari satu sisi. “Mempercepat penutupan iya, tapi tahu pokok persoalannya jauh lebih penting,” tegasnya.
Seperti diketahui, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menargetkan penutupan Dolly secepatnya. Upaya untuk membebaskan Kota Pahlawan dari praktik-praktik prostitusi itu mendapat dukungan dari Pemprov Jatim. Bahkan Gubernur Jatim, Soekarwo juga bersedia untuk sharing bantuan keuangan (BK). “Saya support, kita siap untuk bantu kegiatan itu dan ini ide bagus. Apalagi sekarang Dolly sepi, tidak laku,” ujarnya.
Upaya pemkot untuk menjadikan Dolly sebagai sentra smart city akan didukung penuh oleh pihaknya. “Programnya apa aja itu pasti kita support. Bahkan kita diminta sharing pembelian dan kegiatan ibadah akan kita bantu. Tapi kalau untuk bisnis ya enggak,” kata Pakde Karwo.
Sharing BK bisa dilakukan jika bekas tempat lokalisasi itu digunakan untuk kegiatan sosial dan keagamaan. Pemprov berharap rencana sistem penutupan lokalisasi juga bisa diikuti oleh pemerintah kabupaten/kota di Jatim.
Sementara untuk kompensasi yang akan diberikan kepada para pekerja seks komersial (PSK), gubernur menegaskan, bahwa sistemnya juga sharing antara pemprov dan pemkab/pemkot. Setelah upaya penutupan berhasil nantinya, pemkot akan menyulap area dan rumah-rumah yang ada di daerah Dolly menjadi smart city, yakni akan dibangun pasar dan sentra Pedagang Kaki Lima (PKL)

http://www.lensaindonesia.com/2013/10/10/jelang-diubahnya-lokalisasi-dolly-menjadi-sentra-pkl.html.

0 Response to "Gang Dolly Surabaya akan diubah menjadi sentra PKL"

Post a Comment