Usai meninjau pembangunan kapal-kapal TNI AL di PT Dok dan Perkapalan
Kodja Bahari (Persero) atau PT DKB, Selasa lalu, besoknya, saya ke
Lampung Utara. Yakni setelah sidang kabinet. Saya ingin segera melihat
hasil pembaharuan yang dilakukan oleh manajemen Pabrik Gula Bungamayang
di lingkungan PTPN VII (Persero).
Kapal-kapal TNI-AL yang saya tinjau itu sendiri tidak ada pilihan
lain. Harus bisa diperagakan pada HUT TNI tanggal 5 Oktober depan.
Secara teknis hampir tidak ada persoalan. Kapal sudah hampir jadi.
Tapi karena dana pembangunan kapal ini berasal dari APBN, ada saja
persoalan kelambatan pencairannya. Padahal peralatan-peralatan yang
harus diimpor tidak akan dikirim kalau belum ada pembayaran. Seperti
alat navigasi untuk pendaratan helikopter di kapal itu.
Maka saat peninjauan, dalam rapat di ruang kemudi yang lagi dicat di
tingkat lima kapal itu, saya putuskan untuk mencari terobosan. Cari
bridging: pinjaman ke bank BUMN. Tidak perlu ribut. Cekcok hanya akan
bikin proyek lebih terlambat. Bank Mandiri setuju.
Biarlah DKB menanggung bunga bridging asal proyek bisa selesai.
Dengan demikian DKB bisa merebut kepercayaan untuk mendapat order-order
pembuatan kapal berikutnya.
Kalau di DKB harus banyak memeras otak, tiba di Lampung Utara
semuanya serba menyenangkan. Saya lihat program-program pembaharuan
Pabrik Gula Bungamayang berjalan baik. Bahkan sangat baik. Melebihi yang
disepakati dua tahun lalu. Baik saat pembahasan di Surabaya, di
Jakarta, di Semarang maupun saat pembahasan dengan petani tebu di
Lampung.
Agar tidak keburu maghrib, Dirut PTPN VII Kusumandaru NS menawarkan
untuk langsung meninjau kebun. Saya ambil alih kemudi jeep agar saya
bisa meninjau bagian mana saja yang saya kehendaki. Kebun ini sangat
luas: 18.000 hektar. Yang ditanami tebu saja 8.000 hektar.
General Manager PG Bungamayang Karnoto duduk di sebelah saya. Untuk
menjelaskan semua pelaksanaan program. Terutama apa yang dilakukan agar
produksi tebu bisa meningkat. Kalau bisa menjadi 100 ton per hektar.
Agar bisa sama dengan pabrik gula swasta di Lampung yang dikenal sebagai
pabrik gula terbaik di Indonesia saat ini.
Perombakan utama yang dilakukan adalah: perubahan total sistem
irigasi. Dari menyerah begitu saja pada hujan menjadi sistem overhead
irigation. Atau yang juga biasa disebut sistem tornado.
Untuk itu Bungamayang harus membangun danau-danau kecil atau
embung-embung besar di bagian-bagian terendah kebun itu. Dari situlah
air disedot untuk dikirim ke mesin-mesin tornado besar yang secara
otomatis berputar menyemprotkan air.
Perombakan lainnya: penetapan bibit yang tepat untuk panen awal,
panen tengah, dan panen akhir. Yang juga penting adalah disiplin
pemupukan: jumlahnya maupun hari pemupukannya.
Intinya: disiplin, rajin, dan tepat. Hasilnya luar biasa. Pabrik gula
BUMN tidak lagi malu dengan ejekan abadi: selalu jauh tertinggal dari
swasta. PG Bungamayang di PTPN VII Lampung sudah bisa membuktikan tidak
harus kalah dengan swasta.
Tahun lalu, Pabrik Gula Krebet Baru dari grup PT Rajawali Nusantara
Indonesia (RNI) sebenarnya juga sudah membuktikan bisa mengalahkan
swasta tetangganya di Malang. Belum pernah seumur hidupnya Krebet Baru
bisa lebih baik dari swasta.
Hanya saja masih kalah dengan PG swasta yang di Lampung itu.
Penyebabnya karena Krebet Baru tidak memiliki kebun sendiri. Tebunya 100
persen dari petani tebu di Malang.
Saya memang terus memacu mereka untuk bersaing secara all out.
Logikanya sederhana: kalau swasta bisa mengapa BUMN tidak bisa. Kalau
luar negeri bisa kenapa kita tidak.
Saya mengucapkan terima kasih pada manajemen PG Gunung Madu yang
telah mengizinkan staf Bungamayang belajar di beberapa bidang. Hasilnya
nyata: Bungamayang bisa menyamai Gunung Madu. Inilah prestasi terbaik
pabrik gula itu sejak didirikan tahun 1984.
Saat saya meninjau pabrik pun semua staf mengatakan "sejak saya
bekerja di sini, inilah prestasi terbaik". Mereka mengatakan itu dengan
sinar mata yang berbinar-binar.
Malam itu saya dan para pejabat eselon satu Kementerian BUMN tidur di
mess pabrik. Usai makan malam saya manfaatkan untuk dialog dengan
petani tebu. Para petani itu kini terbawa maju.
"Sekarang kami sepenuhnya ikut sistem BUMN," ujar Bambang Supran yang
memiliki kebun tebu lima hektar dan kebun singkong 3,5 hektar. "Dulu
kami menggunakan bibit yang kami sukai. Sekarang kami tanam bibit sesuai
dengan yang diplot Bungamayang," katanya.
Bambang dkk juga disiplin dan terjun sendiri ke kebun. "Lihat ini
Pak, tergores-gores," katanya sambil menunjukkan lengannya yang penuh
tanda kena goresan daun tebu.
"Goresan di lengan" itulah sebenarnya intinya: berkebun dengan
sungguh-sungguh. Tidak hanya menonton dari jauh bagaimana tebu tumbuh
sendiri. "Kebun kami sudah bisa menghasilkan 100 ton per hektar," ujar
Bambang, petani yang juga sarjana pertanian itu.
Target bisa 100 ton per hektar inilah yang akan jadi sasaran semua
kebun tebu. Milik BUMN maupun petani yang kredit tanamannya dijamin oleh
pabrik gula milik BUMN. Caranya tidak bisa lain kecuali bibitnya harus
unggul, irigasinya harus baik, pemupukannya harus tepat dan cukup, dan
pemeliharaannya harus baik. Dengan kesungguhan yang tinggi pabrik akan
menerima bahan baku tebu yang ideal.
"Di Bungamayang kami sudah mencapai rendemen 9,1," ujar Karnoto, GM PG Bungamayang.
Dengan sukses di Bungamayang ini, mau tidak mau pabrik gula BUMN yang
juga memiliki kebun sendiri harus bisa mencapai prestasi itu. Misalnya
PG Cinta Manis di Sumatera Selatan, Jatiroto di Jawa Timur, dan Jati
Tujuh di Subang, Jawa Barat. Tidak ada alasan lagi. Bungamayang bisa,
berarti yang lain juga harus bisa.
Tanda ke arah sana sudah kelihatan. Bahkan seperti PG milik RNI di
Subang, karena tidak mungkin membangun embung dalam jumlah yang banyak
(kebunnya hanya 4.000 ha dan tanahnya rata) maka RNI mencoba menggunakan
drip irigation. Seperti di Israel atau Jordania.
"Tahun ini sudah 1.200 hektar yang menggunakan sistem irigasi air
menetes," ujar Ismed Hasan Putro, Dirut RNI. Hari itu, di bawah hujan
renyai-renyai, saya lega meninggalkan Lampung Utara.
http://www.merdeka.com/khas/di-bungamayang-lengan-itu-tergores.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Di Bungamayang lengan itu tergores"
Post a Comment