Akhirnya dua perusahaan BUMN berhasil masuk ke Aljazair.
Sebuah negeri yang begitu bangga pada Indonesia. Juga pada Bung Karno.
Dan tentu kini juga bangga pada sepakbolanya. Negeri asal-usul Zinedine Zidane ini untuk pertama kalinya berhasil masuk babak 16 besar Piala Dunia.
Dua BUMN itu adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau Wika dan PT Pertamina (Persero).
Aljazair lebih muda dari Indonesia. Negeri di Afrika Utara ini
merdeka dari Prancis tahun 1956. Indonesia dianggap berjasa karena
kemerdekaan itu terjadi hanya setahun setelah tokoh-tokoh perang
kemerdekaannya menghadiri KTT Asia Afrika, yang diselenggarakan oleh
Bung Karno di Bandung.
Utusan Aljazair ketika itu adalah Hocine Ait Ahmed dan M'hammed
Yazid. Ada satu tokoh lagi bernama Chedli Mekki yang ngotot ingin hadir.
Setelah terjadi tarik-menarik kecil, akhirnya disepakati tiga-tiganya
jadi utusan resmi dengan ketua delegasi Hocine Ait Ahmed. Prancis marah.
Bung Karno diprotes keras karena memosisikan Aljazair sebagai negara
merdeka.
Di Bandung itulah gerakan menuntut kemerdekaan dimantapkan.Tiba
kembali di Aljazair mereka menetapkan kota di pegunungan Batna sebagai
pusat revolusi pembebasan. Kota Batna kira-kira 500 km di timur Algier,
ibu kota Aljazair. Itulah sebabnya, Batna ditetapkan sebagai kota
perjuangan.
Wika kini membangun highway menuju arah timur negeri itu. Dengan
highway baru ini jarak dari ibu kota ke Constantine, kota terbesar kedua
di Aljazair, bisa ditempuh dalam tiga jam. Padahal jaraknya seperti
Jakarta-Semarang.
Baru di jalan inilah saya merasakan naik mobil dengan kecepatan 180
km per jam. Kemulusan, kelapangan, dan kelonggaran lalulintasnya memang
memungkinkan kendaraan dipacu maksimal. Jalan dua arah ini masing-masing
tiga lajur. Mirip jalan dari Mekah ke Madinah. Tidak perlu bayar tol.
Memang tidak semua dibangun Wika. Tapi justru itu kita bisa
membandingkan kualitasnya. Sebagian ruas dibangun kontraktor Tiongkok
dan sebagian lagi kontraktor lokal. Tapi pejabat yang kompeten di
Aljazair mengatakan kepada saya: yang dibangun Wikalah yang terbaik.
Penilaian yang membanggakan itu saya umumkan saat saya bertemu
seluruh pekerja Wika di base camp mereka, di tengah-tengah padang
perbukitan yang luas antara Algier dan Constantine. Mereka yang umumnya
dari Jember, Wonosobo, Cilacap, Bandung, dan Cirebon bertepuk tangan.
Jumlah pekerja dari Indonesia sampai 1.200 orang.
Dengan reputasi yang begitu bagus Wika akan terus dapat proyek di
sana. Dan kian panjang pula daftar pengalaman Wika di negara-negara
Arab. Stasiun monorel di tengah kota Dubai itu Wika yang membangun.
Bahkan Wika pernah membangun mal di ibu kota Libya, Tripoli. Namun
ketika mal itu hampir tuntas meletuslah revolusi rakyat untuk
menjatuhkan presiden Muammar Qadafi.
"Kami sudah diminta kembali menyelesaikan mal itu, tapi kami tunggu
dulu kapan Indonesia membuka kembali kedutaan di Tripoli," ujar Bintang
Perbowo, Dirut Wijaya Karya.
Hari itu, meski hanya satu malam di Aljazair, saya memilih bermalam
di kota Contantine. Pukul 21.00 kami baru tiba di kota itu. Langsung
makan kambing Arab dan nonton pertandingan sepakbola
di TV sampai jam 01.00 dini hari. Maklum sepakbola Aljazair lagi naik
daun. Habis subuh kami menyusuri jalan yang sama kembali ke Algier.
Meski memakan waktu tiga jam, perjalanan ini tidak melelahkan. Di
samping karena jalannya sangat mulus, dubes kita di Aljazair Achmad
Ni'am Salim yang mendampingi saya, ahli bercerita. Mulai kondisi di
Aljazair, praktik-praktik keagamaan madzhab Maliki yang dianut di
Aljazair, sampai ke humor-humornya yang segar.
Khas ulama muda NU yang cerdas. Dia memang diplomat nonkarir. Dia pengurus DPP PKB.
Saya, yang seperti umumnya orang Indonesia termasuk bermadzhab
Syafi'i, bisa banyak bertanya mengenai penganut Maliki. Sebagai orang
yang juga pernah hidup di tengah-tengah muslim bermadzhab Hambali di
Tiongkok dan Asia Tengah, maka pengetahuan saya tentang madzhab Maliki
menjadi lebih hidup.
Tentu saya berterima kasih pada Pak Ni'am Salim. Pak Dubes ini berperan besar dalam membantu BUMN masuk ke Aljazair.
Di Aljazair inilah untuk pertama kalinya Indonesia tercatat memiliki
ladang minyak di luar negeri. Sudah lama Pertamina berusaha masuk ke
Vietnam, Malaysia, Irak, dan Venezuela. Namun sulitnya bukan main. Baru
di Aljazair inilah menjadi kenyataan yang benar-benar nyata.
Maka kalau selama ini kita kebanjiran perusahaan minyak asing, kini kita mulai menjadi perusahaan minyak asing di negeri orang.
Saya bersyukur Pertamina berhasil masuk Aljazair. Lebih bersyukur
daripada, misalnya, waktu itu berhasil masuk Venezuela. Rasanya kita
akan lebih mantap berusaha di Aljazair ini, antara lain karena adanya
hubungan sejarah yang lebih dalam dengan Indonesia. Orang-orang Aljazair
merasa bersaudara dengan Indonesia.
Dari Constantine saya langsung ke kantor Pertamina. Semula saya tidak
ingin memberitahu kedatangan saya ini, namun karena Sabtu itu hari
libur saya khawatir kantornya tutup. Maka begitu mendarat di Algier dari
Casablanca, Maroko, saya memberitahu mereka.
Ternyata, meski Sabtu, kantor Pertamina di Algier ramai sekali.
Kebetulan Dirut PT Pertamina Aljazair, anak perusahaan Pertamina yang
dibentuk khusus untuk usaha di sana, Djoko Imanharjo lagi berkunjung ke
Algier. Vice President yang juga country manager Eko Rukmono dan semua
manajer lapangan juga lagi kumpul. Rupanya mereka mau rapat.
Mengingat besarnya simpati pemerintah Aljazair kepada Indonesia, tak
ada salahnya Pertamina menjadikan Aljazair sebagai basis pengembangan
untuk kawasan Arab dan sekitarnya.
Dari kunjungan ini saya menangkap suasana kebatinan yang mantap untuk
memperkokoh pijakan kita di Aljazair. Wika sudah hampir merampungkan
proyek pertamanya. Ini nyata. Pertamina sudah benar-benar mulai
mengoperasikan ladang minyaknya. Ini juga nyata. Bahkan Pertamina sudah
tiga kali mengapalkan hasil minyak mentahnya dari Aljazair dengan total
hampir 1 juta barel.
Semangat Bandung rasanya bisa terwujud nyata di sini. Baik partner
Wika maupun partner Pertamina sangat emosional. Setiap kali mereka
berkunjung ke Indonesia selalu minta diantar ke Bandung. Mereka ingin
tahu gedung KTT Asia Afrika.
"Sampai sampai saya malu. Saya sendiri belum pernah masuk gedung
itu," ujar seorang manajer Pertamina. "Ketika mengantar mereka, saya
terperangah. Mereka sampai sujud di dalam gedung itu. Mereka berdoa
seperti tidak habis-habisnya bersyukur. Mereka tahu di kursi mana
pemimpin mereka duduk, dan posisinya di sebelah siapa dari negara mana."
Saat terbang meninggalkan Aljazair saya tercenung. Kita harus lebih
serius. Pembangunan di Aljazair begitu banyak. Setiap kota lagi
membangun kota baru. Algier sendiri sedang membangun water front city
yang baru. Ini akan jadi bagian kota yang paling indah.
Di situ juga lagi dibangun masjid yang akan menjadi terbesar dan
terindah di Aljazair. Dan yang membangun adalah: kontraktor dari
Tiongkok. Selamat berjuang, Pak Bintang!
Pertamina juga sudah kian tahu begitu banyak ladang minyak baru di Aljazair. Selamat berjuang, Bu Karen!
Anda berdua bisa berhalo-halo Bandung di sana!
http://www.merdeka.com/khas/berhalo-halo-bandung-untuk-ekspansi-ke-aljazair.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Berhalo-halo Bandung untuk ekspansi ke Aljazair"
Post a Comment